Penyakit katastropik masih menempati urutan teratas dalam pembiayaan pelayanan kesehatan Program JKN KIS. Dari sekitar Rp20 triliun yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit katastropik, sebanyak Rp3,5 triliun atau 18% digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan pasien JKN KIS yang mengidap kanker. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dalam webinar Indonesia Day: Developing Molecular Diagnostics in Indonesia yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London, Minggu (03/10/2021). “Pasien kanker yang dijamin oleh Program JKN KIS paling banyak berusia 41 60 tahun, 69% penderitanya adalah perempuan. Sementara, kanker yang paling banyak diderita dan menyedot biaya pelayanan kesehatan tertinggi adalah kanker payudara, disusul dengan kanker di bagian pencernaan dan kanker serviks. Ini seperti dua sisi mata uang bagi kami. Di satu sisi, makin banyak masyarakat yang tertolong karena dapat mengakses layanan kesehatan untuk pengobatan kanker. Namun di sisi lain, beban biaya pelayanan kesehatan terus bertambah. Ini yang jadi tugas besar kita semua, bagaimana agar bisa mengendalikan angka penderita katastropik, termasuk kanker,” jelas Ghufron. Untuk melayani pasien JKN KIS yang mengidap kanker, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 714 rumah sakit dengan sarana kemoterapi, 507 rumah sakit dengan onkologi board, dan 35 rumah sakit dengan sarana radio terapi yang tersebar di seluruh Indonesia. Di samping itu, upaya promotif dan preventif di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pun digalakkan untuk menekan angka pertumbuhan penderita kanker.
“Deteksi dini sangat penting. Lebih cepat diketahui, lebih cepat penanganannya. Oleh karena itu, kami mendorong FKTP agar lebih giat mengajak masyarakat untuk memeriksakan kesehatan, serta mengedukasi mereka tentang cara mendeteksi dini penyakit kanker payudara dan kanker serviks. Kami juga menjamin layanan papsmear atau IVA sebagai upaya deteksi dini kanker serviks, layanan ini bisa diperoleh di FKTP sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Di samping itu, kami juga menyediakan layanan konsultasi online yang bisa dimanfaatkan peserta JKN KIS melalui aplikasi Mobile JKN,” kata Ghufron. Ghufron mengatakan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan maupun pemangku kepentingan lainnya dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penyandang kanker, seperti distribusi fasilitas kesehatan dan ketersediaan tenaga medis yang belum merata. Khusus di bidang diagnostik molekuler, saat ini fasilitas diagnostik molekuler yang tersertifikasi oleh organisasi profesi dan lembaga internasional pun masih belum banyak ditemui. “Kemudian, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk pelayanan diagnosa kanker dan kemoterapi juga masih terbatas. Namun jika melihat komitmen dan upaya penyempurnaan yang terus dilakukan oleh pemerintah beserta pemangku kepentingan lainnya, kami optimis kualitas pelayanan untuk pasien JKN KIS penyandang kanker bisa semakin baik ke depannya,” ujarnya.
Selain Ghufron, acara webinar tersebut dihadiri pula oleh Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono; Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Aru Sudoyo; Prof. Muhammad Ilyas dari Universitas Nottingham, dan jajaran pembicara ternama lainnya.